-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

gambar pantai

Iklan

Indeks Berita

Ketika PKI Menekan Ulama Meminjam Tangan Kekuasaan Negara

Monday, 13 July 2020 | 7/13/2020 10:50:00 am WIB | 0 Views Last Updated 2020-07-16T15:43:25Z

Oleh: Saprudin MS



Ada jutaan orang pada masa kekuasaan Orde Baru terdholimi, baik yang masa lalunya dengan PKI membuat mereka dipersekusi. Atau juga orang-orang bersipat kritis lain yang dengan asal dituduh subversi. Tapi ketegasan dan bahkan sikap otoriter rezim Orde Baru tidak berarti dapat memutihkan dosa-dosa PKI. Karena, jauh sebelum Orde Baru mengejar-ngejar PKI, justru PKI sudah biasa menekan dan membantai ulama di sana dan di sini,
baik secara langsung, atau meminjam tangan atas nama kekuasaan negara dengan cara – cara yang keji dan biadab !!!

Presiden RI pertama, Ir. Soekarno. Foto: Dok. Arsip Nasional.
Mari kita segarkan kembali ingatan kita, bahwa menegakkan kebenaran itu selalu penuh tantangan. Belum tentu yang tampak diikuti secara gegap gempita dengan segala kebesarannya adalah hal yang benar. Ulama sejati tidak boleh mundur menyuarakan kebenaran sekalipun kesesatan tampak bagai gelombang besar di hadapannya.
Pada tanggal 17 Agustus 1958, dengan suara yang gegap gempita, Presiden Soekarno telah mencela dengan sangat keras Muktamar (Konferensi) para Alim Ulama Indonesia yang berlangsung di Palembang tahun 1957. Berteriaklah Presiden bahwa konferensi itu adalah “komunis phobia” (Penyakit takut pada komunis) dan suatu perbuatan yang amoral.
Pidato yang berapi-api itu disambut dengan gemuruh tepuk tangan oleh massa yang mendengarkan, terdiri dari parpol dan ormas yang menyebut dirinya revolusioner dan tidak terkena penyakit komunis phobia. Sebagaimana biasa pidato itu kemudian dijadikan sebagai bagian dari ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi, semua golongan berbondong-bondong menyatakan mendukung pidato itu tanpa reserve (tanpa syarat).

Muktamar Ulama se-Indonesia di Palembang (8-11 September 1957)

Muktamar Ulama se-Indonesia tanggal 8-11 September 1957 di Palembang. Foto, Dok. Arsip Nasional.
Perlulah kiranya resolusi Muktamar Alim-Ulama ini kita siarkan kembali agar menyegarkan ingatan umat Islam dan membandingkannya dengan Keputusan Sidang MPRS ke – IV yang berlangsung 21 Juni – 5 Juli 1966
Malanglah nasib alim-ulama yang berkonferensi di Palembang itu, karena dianggap sebagai orang-orang yang kontra revolusi, bagai telah tercoreng arang.“Nasibnya telah tercoreng di dahinya”, demikian peringatan Presiden. Banyak orang yang tidak tahu apa gerangan yang dihasilkan oleh alim-ulama yang berkonferensi itu, karena disebabkan kurangnya publikasi (atau tidak ada yang berani) mendukung konferensi alim-ulama itu, publikasi-publikasi pembela Soekarno dan surat-surat kabar komunis telah mencacimaki alim-ulama kita.
Muktamar yang berlangsung pada tanggal 8 – 11 September 1957 di Palembang telah memutuskan bahwa :
  1. Ideologi-ajaran komunisme adalah kufur hukumnya dan haram bagi umat Islam menganutnya
  2. Bagi orang yang menganut ideologi-ajaran komunisme dengan keyakinan dan kesadaran, kafirlah dia dan tidak sah menikah dan menikahkan orang Islam, tiada pusaka mempusakai dan haram jenazahnya diselenggarakan (tata-cara pengurusan) secara Islam.
  3. Bagi orang yang memasuki organisasi atau partai-partai berideologi komunisme, PKI, SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakyat dan lain-lain tiada dengan keyakinan dan kesadaran, sesatlah dia dan wajib bagi umat Islam menyeru mereka meninggalkan organisasi dan partai tersebut.
Demikian bunyi resolusi yang diputuskan oleh Muktamar Alim-Ulama Seluruh Indonesia di Palembang itu. Resolusi yang ditandatangani oleh Ketua K.H. M. Isa Anshary dan Sekretaris Ghazali Hassan. Karena resolusi yang demikian itulah para ulama kita yang bermuktamar itu dikatakan oleh Presidennya sebagai amoral (tidak bermoral/kurangajar).
Akibat dari keputusan Muktamar tersebut, alim-ulama kita yang sejati langsung dituduh sebagai orang-orang tidak bermoral, komunis phobia, musuh revolusi dan sebagainya. Maka K.H. M. Isa Anshary sebagai ketua yang menandatangani resolusi itu pada tahun 1962 dipenjarakan tanpa proses pengadilan selama kurang lebih 4 tahun. Dan banyak lagi alim-ulama yang terpaksa menderita dibalik jeruji besi karena dianggap kontra revolusi.
Terbengkalai nasib keluarga, habis segala harta-benda bahkan banyak di antara mereka memiliki anak yang masih kecil-kecil. Semua itu samasekali tidak menjadi pikiran dan pertimbangan bagi Soekarno. Di samping itu, ada (oknum) “ulama” lain yang karena berbagai sebab memilih tunduk tanpa reserve pada Soekarno dengan ajaran-ajaran yang penuh maksiat itu. Mereka bermesra-mesra dengan komunis di bawah panji NASAKOM. Adalah ajaran dan faham Soekarno tentang palsafah negara yang berladaskan pada 3 pilar; nasionalisme, agamaisme dan komunisme.
Bertahun lamanya masa kemesraan dengan komunis itu berlangsung di negara kita, dalam indoktrinasi, pidato-pidato Nasakom dipuji-puji sebagai ajaran paling tinggi di dunia. Ulama yang dipandang kontra revolusi yag telah memutuskan komunis sebagai paham kafir yang harus diperangi, dihina dalam setiap pidato dan dalam setiap tulisan. Meskipun sang ulama sudah meringkuk dalam penjara, namun namanya tetap terus dicela sebagai orang paling jahat karena anti Soekarno dan anti komunis.
Nasehat dan fatwa ulama yang didasarkan kepada ajaran-ajaran Al Qur’an, dikalahkan dengan ajaran-ajaran Soekarno melalui kekerasan ala komunis.

Sidang Umum ke-IV MPRS di Jakarta (21 Juni – 5 Juli 1966)

Presiden RI Mandataris MPRS RI, Ir. Soekarno, menyampaikan pidato NAWAKSARA, adalah pidato pertanggungjawabannya di hadapan sidang MPRS ke-IV. 22 juni 1966. Foto: Dok. Arsip Nasional.
Sidang Umum ke – IV Majlis Perwakilan Rakyat Sementara (MPRS) digelar mulai 21 Juni 1966 sampai 5 Juli 1966 bertempat di Istora Senayan Jakarta. Menghasilana 24 Ketetapan MPRS. Antaranya TAP MPRS/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pernyataan terlarang bagi PKI di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Pasal 2:
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang”.
Rupanya Allah hendak memberi dulu cobaan bagi rakyat Indonesia. Kejahatan komunis akhirnya terbukti dengan Gestapu-nya. Allah mencoba dulu rakyat Indonesia sebelum Dia membuktikan kebenaran apa yang dikatakan oleh alim-ulama itu hampir sepuluh tahun berlalu.
Tanggapan sidang Majlis Permusyawaratan Rakyat Sementra (MPRS) Republik Indonesia terhadap pidato Presiden sebagai mandataris MPRS yang disampikannya di depan sidang umum ke-IV, tepatnya pada 22 Juni 1966 pidato Presiden Ir. Soekarno itu berjudul NAWAKSARA ditolak. Tanggapan sidang Majlis terhadap pidato Nawaksara menghasilakan TAP MPRS Nomor 5/MPRS/1966.
Dengan keputusan MPRS tersebut, apa yang hendak dikata tentang alim-ulama kita yang dulu dikatakan amoral oleh Soekarno? Insya Allah para alim-ulama Indonesia (peserta Muktamar) dapat melupakan semua penghinaan dan penderitaan yang dilemparkan kepada mereka. Sebagai ulama mereka tidak akan pernah bimbang walau perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan itu pasti akan beroleh ujian yang berat dari Tuhan.
Watak ulama adalah sabar dalam penderitaan dan bersyukur dalam kemenangan. Ulama yang berani kemudian telah menyadarkan dirinya sendiri bahwa mereka itu adalah ahli waris para nabi.
Nabi-nabi banyak yang dibuang dari negeri kelahirannya atau bahkan seperti yang dialami Nabi Ibrahim a.s. yang dibakar dalam api unggun yang besar bernyala-nyala, seperti Nabi Zakariya a.s. yang gugur karena digergaji dan lain-lain cobaan kepada para nabi utusan Allah.
Sangat berhargalah putusan Muktamar Alim-Ulama di Palembang itu, karena akhirnya Bangsa Indonesia telah menjadi saksi atas kebenarnya. Bersyukurlah kita kepada Tuhan Yang Mahakuasa bahwa pelajaran ini dapat kita petik bukan dari menggali perbendaharaan ulama-ulama lama, tapi dalam catatan sejarah bangsa pada kurun waktu hanya puluhan tahun berlalu.(*)
——————
*Artikel telah terbit di situs Blog Jurnal Hukumdan KeadilanSaprudin MS. Judul: KetikaPKI Menekan Ulama Meminjam TaganNegara (24 Pebruari 2018). Dikutip dari berbagai sumber. Edisi Revisi.

No comments:

Post a Comment

×
Berita Terbaru Update